(Frost,1975:241)
berpendapat nilai adalah keyakinan dasar yang berperan sebagai satu
fondasi yang kukuh untuk pembentukan sikap yang berpengaruh dan
melakukan control terhadap perilaku. Orang tua, guru, dan pelatih
mempunyai posisi yang menguntungkan untuk membantu siswa dan atlit dalam
mengembangkan sistem nilai yang akan dapat mengatasi banyak cobaan dan
godaan dalam hidup. Sistem nilai seseorang berperan sebagai batu
landasan untuk membangun filsafat hidupnya.
(Coomb,
2004:7) posisi pendidikan jasmani dan olahraga pada kedudukan yang amat
strategis yakni sebagai alat pendidikan, sekaligus pembudayaan, karena
kedua istilah yang amat dekat dan erat. Maknanya tidak lain adalah
sebagai proses pengalihan dan penerimaan nilai-nilai. Dalam konteks
keolahragaan secara menyeluruh, memang kian kita sadari perubahan yang
terjadi sebagai dampak dari globalisasi dalam ekonomi yang dipacu oleh
teknologi komunikasi juga terbawa dalam dunia olahraga.
Diera
globalisasi ini banyak sekali permasalahan yang timbul karena kurangnya
pemahaman tentang nilai. Mengajarkan nilai itu sangat sulit. Banyak
sekali kendala yang dialami para pendidik dalam mengajarkan nilai.
Terutama mengajarkan nilai dalam olahraga dan pendidikan jasmani.
Sekarang ini olahraga dan pendidikan jasmani justru dianggap tidak
penting, karena tidak ada nilai yang tersirat secara lansung dalam
pembelajarannya. Olahraga dan pendidikan jasmani juga dianggap pelajaran
yang hanya bermain-main saja. Padahal salah satu peran permainan adalah sebagai kekuatan sosial.
Dinegara-negara
maju di dunia, olahraga dan pendidikan jasmani sangatlah penting dalam
pembelajaran. Sangat berbeda keadaannya dengan di Indonesia yang
memandang sebelah mata tentang olahraga dan pendidikan jasmani, karena dalam
proses pembelajaran pendidikan jasmani, seorang guru pendidikan jasmani
tidak selamanya berhasil dalam mencapai tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan sebelumnya. Adakalanya guru pendidikan jasmani dan olahraga
dihadapkan pada kendala-kendala dalam pelaksanaan pembelajarannya,
sehingga tuntutan untuk melaksanakan kurikulum seringkali tidak
terpenuhi.
A. Pendidikan Jasmani dan Olahraga
Supandi
(1990:29) mengemukakan bahwa “Pendidikan jasmani dan olahraga suatu
pendidikan yang menggunakan aktivitas fisik sebagai alat untuk mencapai
tujuan pendidikan”. Aktivitas jasmani dalam pengertian ini dipaparkan
sebagai kegiatan peserta didik untuk meningkatkan keterampilan motorik
dan nilai-nilai fungsional yang mencakup aspek kognitif, afektif,
psikomotorik dan sosial. Aktivitas ini harus dipilih dan disesuaikan
dengan tingkat perkembangan peserta didik.
Sasaran
yang demikian kompleks telah menjadikan pendidikan jasmani dan olahraga
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari pendidikan lainnya. Karena
kontribusinya sudah dapat dirasakan oleh anak didik maupun pendidik
dalam mata pelajaran lainnya. Para guru di sekolah telah merasakan bahwa
pembelajaran pendidikan jasmani dan olahraga yang dilaksanakan secara
baik akan memberi dampak positif dalam mendukung kualitas pembelajaran
lainnya. Karena nilai-nilai pendidikan yang melekat dalam pembelajaran
pendidikan jasmani dan olahraga lebih fokus pada penanaman budaya gerak
yang berimplikasi pada domain lain yang ada pada setiap individu.
B. Tahap-tahap Pembentukan Nilai
Menurut Krathwohl pembentukan nilai itu melalui lima tahap, yaitu
1. Menerima (receiving)
Peserta
didik menjadi peka terhadap gejala atau fakta dalam kelas, ruang senam
atau tempat lain dalam lingkungannya. Kepekaan tersebut mempunyai
rentangan dari perhatian pada lingkungan secara umum sampai pada gejala
tertentu dengan lingkungannya.
2. Bertindak (responding)
Peserta
didik menaruh perhatian dan bebuat sesuatu terhadap gejala terentu dan
mencari serta memperoleh kepuasan dengan berpartisipasi dalam aktifitas
yang dipilih.
3. Menilai (valuing)
Tahap
ini bercirikan perhatin terhadap objek, perilaku atau gejala tertentu.
Perhatian mempunyai rentangan dari hanya dapat menerima sampai pada
menghargai dan selanjutnya akan memelihara nilai tersebut.
4. Menyusun (organization)
Nilai
yang berbeda-beda diteliti dan dianalisis. Pertentangan diselesaikan
dan individu tersebut mulai mengembangkan satu sistem nilai.
5. Memerankan (characterization)
Perilaku peserta didik serasi dengan struktur nilainya.
C. Kendala Mempelajari Nilai
Olahraga bila digunakan sebagai media untuk mengajar nilai, harus bersifat pendidikan. Jadi
pendidikan jasmani dan olahraga bukan bertujuan rekreasi atau
memenangkan pertandingan saja. Nilai dalam olahraga tidak terjadi begitu
saja. Ia dipelajari dan proses pendidikan harus memberikan kemungkinan
untuk mempelajarinya. Bila proses itu direcenakan dan dilaksanakan
dibawah bimbingan seorang pendidik yang baik, nilai itu dapat dipelajari
peserta didik, tetapi usaha ini bukanlah sesuatu yang mudah. Bila semua
usaha para pelatih dicurahkan untuk menang, maka tidak ada waktu
tersisa untuk peserta didik mempelajari nilai. Karena itulah program
pertandingan olahraga antar sekolah cenderung tidak memberikan
kemungkinan untuk mengembangkan budi pekerti.
Kendala
untuk mengajarkan nilai dalam olahraga dan pendidikan jasmani adalah
waktu yang tersedia untuk melaksanakannya sangat terbatas. Kendala yang
sama dijumpai dalam mengajarkan pengetahuan dan keterampilan dalam
pendidikan jasmani. Selain waktu yang tersedia terbatas, jumlah siswa
cukup banyak dalam satu kelas sedangkan peralatan dan fasilitas terbatas
dalam jumlah dan jenisnya. Mengajar nilai tidaklah mudah, ia harus
dilaksanakan dalam jangka waktu yang relative lama dan harus diikuti
dengan tatap-muka dan hubungan pribadi dengan peserta didik karena
mengajar nilai bersifat individual dan personal.
Faktor
keberhasilan mengajar nilai terutama terletak pada pendidiknya.
Nilai-nilai yang diajarkan dan dilatihkan kepada peserta didik harus
tercemin dalam perbuatan dan tindakannya. Ia harus menjadi contoh, apa
yang dikatakannya harus sesuai dengan perbuatannya. Bila ia tidak
konsiten menegakkan nilai-nilai yang ia diajarkannya, maka peran
pendidik dan pendidikan nilai tidak akan berhasil.
D. Peran Permainan sebagai Kekuatan Sosial
Permainan
dapat dipandang sebagai satu kebudayaan universal yang dapat dilihat
dalam semua masyarakat. Permainan sering digunakan untuk mempersiapkan
anak-anak untuk kehidupan orang dewasa. Anak-anak dapat mengembangkan
identitas diri dan juga mengetahui peran dan identitas orang lain
melalui bermain.
Menurut
Bucher (1983:382) perkembangan permainan sebagai satu bagian penting
dari masyarakat Amerika pada umumnya dapat disebabkan karena
Industrialisasi, yang mengakibatkan hari kerja dalam seminggu berkurang
dan meningkatnya jam bersantai bagi para pekerja, banyak dari mereka
memilih olahraga dan aktivitas permainan lainya untuk mengisi waktu
luang mereka.
Pada
umumnya semua pria dan wanita membutuhkan kesempatan untuk
berpartisipasi dalam aktivitas bermain. Kebutuhan ini terutama perlu
bagi anak-anak dan remaja, karena mengandung nilai pendidikan. Aktivitas
bermain memberikan mereka kesempatan untuk meniru situasi hidup
sesungguhnya dan untuk kreatif. Bila anak-anak diberikan kesempatan
untuk ambil bagian dalam situasi seperti yang akan mereka hadapi diluar
ruang kelas mereka akan memperoleh gambaran tentang berbagai akibat dari
tindak tanduk mereka. Dalam masyarakat yang kompleks dewasa ini penting
bagi siswa mengenal dunia sesungguhnya sementara mereka masih dalam
pendidikan dengan harapan sekolah akan dapat mempersiapkan mereka dalam
pendidikan dengan berbagai macam kemampuan untuk memecahkan masalah yang
akan mereka hadapi dalam masa mendatang.
Dengan
memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpartisipasi dalam berbagai
macam kegiatan bermain, pendidikan jasmani dapat memainkan peran penting
dalam perkembangan sosial siswa. Perkembangan sosial adalah salah satu
tujuan utama dari pendidikan jasmani yang dirancang dan diselenggarakan
dilembaga pendidikan.
Para
ahli sosiologi dan psikologi sosial telah meneliti hubungan antara
permainan dan pelaksanaan latihan anak-anak dalam masyarakat. Hasil
penelitian adalah sebagai berikut:
1. Permainan berhubungan dengan latihan kepatuhan dan kedisiplinan.
2. Permainan berkaitan dengan tugas-tugas rutin dan latihan tangung jawab.
3. Permainan
biasa berhubungan dengan latihan pencapaian tujuan atau sasaran dan
menguasai lingkungan dimana ia berada (Singer,1976:280).
Jadi
penting sekali bagi guru pendidikan jasmani untuk dipahami dengan
sungguh-sungguh bahwa permainan bukan hanya bertujuan agar siswa
memiliki efisiensi dan koordinasi dalam gerak, tetapi juga agar aspek
sosial siswa berkembang dengan baik. Guru harus menyadari bahwa
aktivitas bemain mempunyai nilai untuk mempersiapkan siswa bagi
kehidupan sosial dimasa mendatang.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah A, Agus M.1994. Dasar-dasar Pendidikan Jasmani. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.189-192.
Bucher, C.A.(1983). Foundation of Physical Education and Sport, St. Louis: The C.V. Mosby Company. 382.
Frost, R.B. (1975). Physical Education: Foundations, Practices, Principal. Reading: Addison-Westly Publishing Company. 241.
Krathwohl, D.R. et all. (1956). Taxonomy of educational Objectives, Handbook II: Affective Domain. New York: David McKay Company, Inc.
Singer, R.N. (1976). Physical Education: Foundations. New York: Holt, Rinehart and Winston. 280.
Supandi.1990. Pendidikan Jasmani. IKIP Yogyakarta : Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.29.
Bagi anda yang hobby bermain judi online seperti :
BalasHapusBandar Ceme, Ceme Keliling, Capsa Susun, Domino, Bandar Poker dan omaha poker
Mari segera bergabung bersama kami di s1288poker
Kami agen penyediaan jasa judi online terbaik dan terpercaya.
(WA : 081910053031)
Baccarat, Poker, Blackjack, Dummies, Rules & Baccarat!
BalasHapusRules of the game worrione In all probability the dealer would 바카라 사이트 have an equal chance of winning by two-thirds. In all probability the dealer would 제왕 카지노 have